Ketua P3I Mustopa memberikan keterangan hasil temuan Daftar Pemilih Sementara (DPS) bermasalah dari Pusat Pergerakan Pemuda Indonesia (P3I) di Jakarta, Selasa (22/5). P3I menyatakan terdapat 947.643 pemilih yang terdiri dari 668.143 bermasalah karena NIK ganda, NIK kososng, NIK diluar Jakarta, NIK dengan nama tidak sama dalam DPS KPUD DKI Jakarta.
Ketua P3I Mustopa memberikan keterangan hasil temuan Daftar Pemilih Sementara (DPS) bermasalah dari Pusat Pergerakan Pemuda Indonesia (P3I) di Jakarta, Selasa (22/5). P3I menyatakan terdapat 947.643 pemilih yang terdiri dari 668.143 bermasalah karena NIK ganda, NIK kososng, NIK diluar Jakarta, NIK dengan nama tidak sama dalam DPS KPUD DKI Jakarta. (sumber: Antara)
Seharusnya ada kontrol yang kuat, karena akan berpengaruh pada tahap selanjutnya, dimana DPT yang mengalami kecacatan berpotensi menjadi pemilih bodong.

Pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah, menilai apabila lima pasangan calon Gubernur DKI Jakarta benar-benar ingin memperbaiki jalannya demokrasi, maka persoalan kisruh Daftar Pemilih Tetap (DPT)  harus dengan serius diselesaikan.

Gun Gun Heryanto, pengamat politik yang juga analis pilkada, mengatakan  bahwa konflik pilkada yang pasti ada adalah kekisruhan DPT.

"Hampir di seluruh pilkada yang saya pernah teliti permasalahan pemilu yang selalu ada adalah DPT," ujarnya saat dihubungi, Jumat (8/6).

Menurut Gun Gun, apabila lima pasangan calon Gubernur DKI yang saat ini sedang gentar-gentarnya menolak penetapan DPT dan benar-benar berkomitmen untuk memperbaiki jalannya pesta demokrasi di Jakarta, mereka harus lebih mendesak KPU DKI untuk meluruskan hal ini.


"DPT ini kan sudah ditetapkan, dan pada dasarnya show must go on, maka apabila ada yang tidak setuju, seharusnya ada kontrol yang kuat juga karena akan berpengaruh atas tahap selanjutnya, dimana DPT yang mengalami kecacatan berpotensi menjadi ghost voters," katanya.

Gun Gun menilai, seluruh lima pasangan akan mampu memberikan perubahan  selama memiliki bukti yang kuat dan diaktualisasikan dalam bentuk boikot terhadap Pilkada.

Dirinya mengingatkan, bahwa kekisruhan ini seharusnya tidak dijadikan  sebagai bargaining position, seperti tindakan kesalahan yang umum terjadi dalam pilkada lainnya.

"Ini dibuat lentur dalam aturan kampanye, maka nantinya akan jadi satu  hal yang bersifat transaksional. Kompromistik diantara kandidat," ujarnya.

"Seandainya commit dan punya data kuat, untuk apa memaksakan diri berkompetisi?" tuturnya.

Ditegaskannya kekisruhan DPT ini, tidak akan cukup hanya berujung kepada pernyataan mereka tidak puas saja, mereka juga harus punya bukti yang  kuat sehingga dapat bersumbangsih kepada pendidikan politik bagi publik.

"Orientasi mereka pada demokrasi politik. Berani tidak mereka mengorbankan pos politik yang mereka miliki sekarang," tambahnya.

Lebih lanjut, Gun Gun mengingatkan apabila lima pasangan calon ini sudah  memiliki data kuat atas DPT ganda, akan tetapi mereka tetap memaksakan  diri, maka mereka harus siap berada dalam pilkada yang menguntungkan  salah satu kandidat.

"Kalaupun mereka pada akhirnya memutuskan melanjutkan tahapan, maka  konsekuensinya menjadi potensi konflik lanjutan. Pada saat ada satu  calon menang nanti maka akan terjadi delegetimasi dimana menjadikan DPT  menjadi argumen penolakan, seperti mengajukan ke Mahkamah Konstitusi,"  tutupnya.''