Jakarta – Siti Zuhroh, pengamat politik 
dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), menganggap reformasi 
1998 hanya menghadirkan perubahan di bidang ketatanegaraan dan sistem 
multi partai, yang tidak merepresentasikan apapun.
Dalam diskusi ‘Kebangkitan Yes 
Regenerasi Pasti’ yang digelar di Kantor Solusi Untuk Negeri (SUN) 
Institute, Tebet, Jakarta Selatan, Selasa (22/05/2012), Siti mengatakan 
bahwa apakah perubahan tersebut berdampak substansial, masih merupakan 
pertanyaan besar.
Siti menganggap, sebagian besar 
masyarakat Indonesia masih menganut warisan-warisan orde baru (orba). 
Sejak reformasi, Indonesia telah mengikuti nilai-nilai demokratisasi, 
tanpa diikuti nilai mendasar, perubahan pola pikir, dan sumber daya 
manusia.
“Apa yang kita lalui lebih banyak 
stagnasi, ini yang mestinya dimaknai kita semua. Kebangkitan tidak 
sekadar bangun tidur, tapi bergerak,” tuturnya.
Selama puluhan tahun kepemimpinan Soeharto, menurut Siti, membuat masyarakat terhalang melakukan hal-hal tersebut.
Sehingga, secara tidak sadar melakukan resistansi ketika reformasi mengharuskan nilai-nilai baru.
Partai politik (parpol), lanjutnya, 
belum mampu menghasilkan kader-kader yang ideal untuk tampil menjadi 
pemimpin bangsa. Kecenderungan saat ini, partai disalahkan karena 
dianggap memporak-porandakan negara.
“Padahal, parpoli digunakan untuk 
mempersatukan bangsa. Partai harus koreksi ke dalam. Semua partai harus 
mawas diri, apakah telah menjalankan fungsinya dengan baik? Kalau tidak,
 kita mungkin tidak perlu parpol,” beber Siti.




0 komentar:
Posting Komentar