
Menurut Suwadi, Sebenarnya pola pengambilan sampel, cendrung hampir sama, cuma yang banyak berbeda di tingkat pengawasan lapangan dan instrumen penelitian. Menurut Suwadi, kecendrungan sebuah penelitian kalau menghasilkan, swingt voter yang tinggi bukan sepenuhnya karna masyarakat atau responden belum mau memberikan jawaban terhadap objek masalah yang kita teliti, tetapi juga faktor yang paling sering mempengaruhi adalah: malasnya surveyor memprobing pertanyaan dan juga tidak kuatnya instrumen penelitian sebuah lembaga, karna selam 6 tahun lembaga kami aktif melakukan penelitian diberbagai propinsi dan kabupaten/kota diindonesia, kami tidak pernah mendapat kesulitan dalam mencari data informasih menggunakan kosuener' hampir dalam satu kali penelitian jarang sekali lembaga kami menghasilkan swingt voter diatas 17 %,
karna menurut pengalaman saya sewaktu masih menjadi peneliti/surveyor' sebenarnya faktor kemalasan yang dominan membuat seorang surveyor tidak mendapatkan informasih yang banyak, kedua pola pertanyaan kosuener juga harus mampu dipahami responden pada saat kita melakukan wawancara, makanya sebuah lembaga harus mampu membuat penelitinya militan, dengan membekali mereka pelatihan-pelatihan khusus dan sistematis terhadap penelity/surveyor' agar surveyor betul-betul memahami isi dan keinginan sebuah instrumen pertanyaan.
Menurut Suwadi, alangkah ruginya sebuah lembaga kalau melakukan penelitian dan hasilnya menghasilkan swingt voter diatas 30%, apalagi pemesan data dari sebuah institute atau seorang calon kepala daerah, karna mereka harus kerja dua kali bahkan bisa sampai tiga untuk mendapatkan data yang riil, dan itu menyebabkan membengkaknya biaya anggaran penelitian.''(*)
0 komentar:
Posting Komentar