Senin, 11 Juni 2012

Ini Kritik Prof Qasim Mathar soal SYL dan Pemberontak


Minggu, 10 Juni 2012 13:51 WITA
BAROMETER RAKYAT NEWS: Guru Besar Sejarah dan Pemikiran Islam UIN Alauddin Makassar, Prof Dr Qasim Mathar mengirim rilis tertulis kepada Tribun, Minggu (10/6/2012) menanggapi pernyataan Ketua PD XIX FKPPI Sulsel Syahrul Yasin Limpo, soal perlawanan kepada "pemberontak".
Berikut ini penjelasan sekaligus kritik sang professor:
"... Kalaupun ada bupati berkecenderungan kepada salah seorang calon, hendaknya kecenderungan itu diwujudkan dalam sikap yang sesuai dengan posisinya sebagai kepala daerah yang memimpin rakyatnya yang bercorak ragam aspirasi politiknya.
Bukan saja saya, tetapi tidak kurang dari seorang pengurus cabang FKPPI dari daerah bingung dengan ucapan SYL yang melarang FKPPI berpolitik praktis, tapi ada selendang bertuliskan "Don't Stop Komandan" yang dibagikan.
"Kenapa harus pakai begini (selendang), FKPPI kan bukan organisasi politik tapi ormas", kata pengurus itu kepada temannya. Memang tidak mudah "taro ada, taro gau" (ucapan sesuai dengan perbuatan).
Tidak sedikit pemimpin yang hanya "taro ada tettaro gau" (ucapan berlawanan dengan perbuatan).
Saya percaya, tentara adalah tentara rakyat. Sejarah nasional kita membuktikan bahwa hanya tentara yang netral yang disukai rakyat dan bersama dengan mereka, tentara menyusuri dinamika kehidupan nasional kita.
Karena itu, saya juga memohon Tim "Semangat Baru" IA (Ilham-Aziz) mau menahan diri, sekalipun SYL dalam pidatonya berkata: "Di sini ada kalian, makanya Semangat harus dilawan....".
Kalau para kandidat itu tidak menahan diri masing-masing, maka subhanallah wa astagfirullah! Kalau sudah begitu, niscaya pilkada Sulsel kelak akan sarat dengan kampanye buruk (black campaign).
Dan, selanjutnya konflik horizontal warga/rakyat tidak akan bisa dihindari.
Nauzu biLlahi min zalik (kita berlindung kepada Allah dari kemungkinan buruk itu)! Nanti kita lihat, siapa yang berontak ketika pemenang pilkada Sulsel dinyatakan sah secara hukum? Semoga yang kalah secara sah saat itu, tidak menjadi pemberontak.''(din/jar)


BUR MINTA RESTU IBRAHIM REWA
TAKALAR' BRN:  Kebekuan hubungan antara Burhanuddin Baharuddin dengan Ibrahim Rewa mulai mencair. Kemarin, Burhanuddin yang ditetapkan sebagai kandidat calon bupati Takalar oleh DPP Golkar, menemui Ibrahim di rumah jabatannya.
Anggota dprd Sulsel' tersebut menemui bupati Takalar itu untuk meminta restu maju berpaket dengan putranya, Natsir Ibrahim alias Nojeng. Rivalitas Burhanuddin dengan Ibrahim berlangsung sejak 2007. Saat itu, keduanya maju jadi calon bupati Takalar periode 2007-2012.
Rivalitas itu berlanjut hingga menjelang penetapan calon bupati Takalar periode 2012-2017 di DPP Partai Golkar. Partai berlambang pohon beringin rindang kemudian memaketkan Burahnuddin dengan putra Ibrahim Rewa.
"Saya datang meminta restu sebagai anak kepada orang tuanya," kata Bur yang ditemani sejumlah pengurus DPD II Golkar Takalar.
Ibrahim yang tak lama lagi berakhir masa jabatannya sebagai bupati, merespons baik kedatangan anggota DPRD Sulsel tersebut. Ibrahim bahkan tanpa ragu memberikan dukungan penuh. Dia menginstruksikan kepada seluruh kader Golkar yang berada di struktural, sayap, hingga pemerintahan, untuk membantu memenangkan paket Golkar ini.
Ibrahim juga menegaskan, jika kedua figur ini bersatu, maka dukungan suara yang diperoleh harus mencapai kisaran minimal 60 persen dukungan yang ada.
"Kedua figur ini punya basis massa yang kuat. Kalau kekuatan digabung, maka kemenangan seharusnya bisa dicapai dengan mudah," kata ketua Dewan Pertimbangan DPD II Golkar Takalar ini.
Selain meminta restu, pertemuan khusus tersebut juga memperbincangkan sejumlah hal yang sedang berpolemik di masyarakat. Salah satunya mengenai selebaran siluman yang mengatasnamakan pihak pendukung kedua figur ini yang berisi ancaman untuk memboikot dukungan terhadap Bur-Nojeng bila keduanya tetap disatukan. Namun Ibrahim menekankan untuk tidak terpengaruh terhadap selebaran tersebut.
"Itu cuma kerja-kerja lawan politik paket ini," tambah Ibrahim.
Mengenai dukungan akar rumput yang sempat menyatakan keberatan jika keduanya bersatu, Burhanuddin menganggap hal tersebut hanya digembosi oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
Menurutnya, pendukung fanatik tidak akan secepat itu berpaling jika komunikasi tetap terbangun dengan baik.
"Pendukung yang mana yang mengatakan demikian? Jangan sampai pendukung lawan yang menyusup masuk sebagai provokator," tegas Bur, sapaan Burhanuddin.
Sejauh ini, Bur dan Nojeng mulai akur membangun komunikasi di masyarakat. Baik Bur maupun Nojeng, tidak lagi menunjukkan aroma persaingan dalam memperoleh simpati masyarakat. Justru keduanya mulai akur dalam mengumpulkan dukungan akar rumput.
"Kita saling mendukung. Saya diterima di wilayah yang mayoritas pendukungnya Nojeng, begitu pun sebaliknya," tutup Bur.''






0 komentar:

Posting Komentar